Apa yang Sudah Kita Persiapkan Untuk Kehidupan Abadi Kita Kelak? - Musafir Islam
Default Width dan Height di Tag Marquee Media Pencerahan Umat Islam

Selasa, 22 Oktober 2019

Apa yang Sudah Kita Persiapkan Untuk Kehidupan Abadi Kita Kelak?


   

Sebuah pertanyaan yang harus dipertanyakan kepada setiap dari kita, siapkah kita akan akhirat kita, namun sebelum kita menuju akhirat, kita harus hidup terlebih dahulu di dunia.

    Hidup merupakan salah satu nikmat dari Allah yang paling besar dan merupakan sebuah keharusan bagi kita untuk bersyukur atas itu serta kita harus berusaha untuk menggunakan hidup ini dengan sebaik-baiknya karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput kita dan kapan musibah akan menimpa kita.

   Dan kita harus bersiap-siap untuk apapun yang akan terjadi seperti kata pepatah “sedia payung sebelum hujan” atau dalam pepatah bahasa arab الوقاية خير من العلاج yang artinya kurang lebih sama.

   Manusia melihat kehidupan itu terbagi dua yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Ada beberapa kelompok orang yang bertanya-tanya untuk apa kehidupan dunia, jika sudah ada kehidupan akhirat yang kekal lalu apa manfaat dari kehidupan dunia yang fana ini, kenapa manusia harus hidup terlebih dahulu di dunia ini sebelum hidup di akhirat, bagaimana dengan orang-orang yangmelakukan banyak kejahatan kenapa mereka diciptakan, yang mana mereka ditakdirkan untuk masuk neraka. Adilkah hal ini ???

   Pertanyaan ini terkadang muncul dari lisan para penganut agama yang belum memahami agama secara seutuhnya dan belum memahami apa makna dari tauhid sebenarnya, jika seseorang telah memahami itu semua maka yang ada pada dirinya hanyalah keyakinan akan kehidupan akhirat yang kekal dan apa fungsi dari dunia ini.

   Jawabannya adalah, bahwa dunia ini diciptakan sebagai jembatan menuju akhirat serta tempat mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan di akhirat.


Rasul SAW bersabda,

الدنيا مزرعة الأخرة

Dunia adalah ladangnya akhirat

Mengapa ladang ? karena di ladang kita menanam sesuatu, kemudian menunggu sesuatu itu panen, setelah itu kita menuai apa yang kita tanam, serta memanfaatkan apa yang kita tuai, jika kita menanam padi maka kita akan menuai padi dan akan merubah padi sebagai nasi kemudian kita jadikan sebagai makanan bagi kita, namun jika kita menanam rumput liar maka apa yang bisa kita manfaatkan ? tidak ada.

Begitu pula di akhirat, jika kita di dunia kita beramal sesuatu yang baik maka kita bisa memanfaatkan amalan yang baik bagi kita sebagai kunci menyebrangi jembatan sirath untuk akhirat yang bahagia selamanya, akan tetapi jika kita beramal sesuatu yang buruk maka kita tidak akan bisa memanfaatkan amalan kita itu dan kita tidak akan bisa menyebrangi jembatan sirath dan apa yang akan terjadi kepada kita ?. . . . tidak ada yang lain selain sebuah kehidupan yang abadi penuh dengan kesengsaraan dan siksaan yang pedih.

Namun apakah kehidupan di dunia ini benar-benar semudah menanam di ladang yang mana hampir semua orang sehat baik kafir maupun tidak, bisa melakukannya ?. kenyataannya tidaklah semudah menanam di ladang, bahkan Rasulullah Saw memperingati manusia mengenai dunia melalui hadisnya,

إِنَّمَا الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَ جَنَّةُ الْكَافِرِ

Sesungguhnya dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir”

Dunia adalah penjara, yang berarti hanya berisi semua hal yang negatif mulai dari kesedihan, tipuan, kehinaan, kejelekan, dan kefanaan, yang secara logika, tidak ada manusia yang berharap dan ingin masuk penjara. Namun dunia hanyalah penjara bagi orang mukmin, yang menandakan bahwa hanya orang mukmin dan orang yang levelnya diatasnya yang bisa merasakan dunia ini seperti penjara karena bisa kita lihat dalam sejarah. Orang-orang yang beriman selalu mendapatkan penindasan dan tekanan dari lingkungan sekitarnya.

Dan dunia adalah surga bagi orang-orang kafir. Benar, kita bisa melihat bagaimana kehidupan orang-orang kafir ini di dunia, mereka hanya berhura-hura mencari kesenangan dan selalu menuruti syahwatnya. Hal ini membuat mereka bahwa dunia ini hanya diciptakan untuk bersenang-senang tanpa ada  tujuan yang lain.

Lantas, apakah hanya orang mukmin yang merasa dunia ini sebagai penjara dan apakah hanya orang kafir yang merasakan dunia ini seperti surga.

Tidak hanya orang mukmin yang merasakan bahwa dunia ini seperti penjara, banyak juga orang-orang kafir yang hidupnya sangat menderita seakan-akan dia memang tidak ditakdirkan untuk hidup didunia atau orang-orang yang berada dalam penindasan seorang penguasa zhalim, mereka tidak pernah merasa bahwa dunia ini adalah tempat yang menyenangkan. Juga tidak hanya orang kafir yang merasa bahwa dunia ini seperti surga, tidak sedikit orang muslim yang melakukan apa-apa yang orang kafir lakukan. Berhura-hura, senantiasa bermaksiat, mengganggu hidup orang dengan apa yang dimilikinya. Untuk contoh orang-orang muslim yang melakukan hal ini, bagi kita tidak sulit mencarinya, mereka ada dimana-mana, namun bagi orang yang tidak kritis terhadap sekitarnya akan tidak menyadarinya.

Masalah yang sangat sering muncul adalah, bagaimana mereka bisa mengaku muslim sedangkan mereka senantiasa melanggar perintah allah, mendekati larangan-larangannya, berbuat maksiat dan meniru perbuatan-perbuatan orang kafir.

Apakah hal ini patut dilakukan ?, apakah hal ini dibolehkan dalam ajaran islam ?, jika mereka benar islam maka apa bukti yang membenarkan mereka melakukan hal-hal demikian, apakah tidak ada ayat atau hadis yang melarang tentang hal ini ?

Pertanyaan demi pertanyaan akan terus muncul mengenai masalah ini, kita harus meneliti, mengapa umat islam di zaman sekarang ini sangat banyak yang bertinghkah laku seperti orang kafir. Berlaku buruk, beradab buruk dan berkata buruk serta hal-hal buruk lain. Lalu hal apa yang bisa membuat sangat banyak orang muslim terpengaruh oleh budaya kafir, bagaimana orang-orang kafir itu bisa menularkan budaya mereka kepada umat islam dan menjadikannya kebiasaan dalam umat islam dan mengapa umat islam tidak bisa menularkan budaya kepada orang lain.

Budaya orang kafir seperti kita ketahui, hanya berisi senang-senang dan menuruti hawa nafsunya. Hal ini sangat bertentangan dengan islam yang memerintahkan manusia berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengikuti hawa nafsunya.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, satu. Hawa nafsu merupakan musuh yang paling berbahaya bagi kita, bahkan lebih berbahaya daripada setan. Dalam beberapa kasus bahkan setan belum sempat menggoda manusia namun manusia sudah terlebih dahulu berbuat maksiat karena hawa nafsunya.

Allah berfirman dalam al-qur’an surat al-qashas ayat 50

وَمَن أَضَلَّ مِمَّنِ التَّبَعَ هَوَاهُ

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya”

Sebuah peringatan yang keras dari al-qur’an tentang para pengikut hawa nafsu, kata أَضَلَّ disitu bermakna yang paling sesat, berarti orang yang mengikuti hawa nafsu adalah orang yang paling sesat.

Seharusnya ayat itu menjadi peringatan bagi umat islam, khususnya mereka yang berteriak-teriak membela islam diluar sana agar mereka semua dan kita juga harus selalu berusaha untuk tidak mengikuti hawa nafsu kita jikalau kita semua tidak ingin digolongkan menjadi orang yang paling sesat, karena orang yang tersesat tidak akan bisa menemui jalan pulangnya dan akan terus tersesat sampai akhirnya dia dimasukkan kedalam neraka.

Semoga kita tidak termasuk diantara golonga orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan semoga allah tidak menjadikan kita diantara golongan orang-orang yang tersesat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar